Minggu, 14 Juni 2015

CATATAN LAIQA : " KETIKA PERPISAHAN ITU DATANG"



Malam sunyi menampakan ketentraman dengan pancaran sang bulan menghiasi keindahan malam. “Kak malam ini tidur di sini yah?” sahut ayah yang memanggil di ruang televisi. “ Iya, pak tumben mau di temenin “ sahut ku yang sedang sibuk beraktivitas di kamar. Perkenalkan namaku laiqa, sedikit saja  perkenalan tentang aku karena ada yang bilang tak kenal maka ta’aruf. Aku seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Bogor. Aktivitas saat ini aku sedang menyusun skripsi, bayangkan tinggal beberapa bulan lagi toga akan aku pakai, dan berfoto bersama ayah, ibu juga adik tercinta. Keluarga kecil ini membuat aku merasa seperti manusia yang bahagia. Di tengah kesederhanaan yang diajarkan oleh ayah dan ibu, serta kehangatan kasih saying mereka membuat aku menjadi seorang anak yang paling beruntung karena di besarkan oleh mereka. Walaupun 5 tahun terakhir keluarga kami di beri ujian oleh sang Maha Pencipta, ujian ini adalah dengan dikirimnya penyakit pembengkakan jantung kepada ayah. Mungkin  karena aku di besarkan dalam lingkungan yang tegas membuat aku menjadi seorang anak yang kuat. Aku tidak pernah menunjukkan rasa sedih di depan ayah dan ibu, karena aku mengkhawatirkan mereka . beberpa bulan ini ayah sering kambuh, keluar masuk rumah sakit. Aku salut dengan ayahku, dalam kondisi yang tidak sehat beliau masih menyempatkan mengantarkan ku ke tempat PKL di  balik baju   tentaranya yang gagah, namun fisik ayah tak segagah penampilannya. Ia masih menyembunyikan rasa sesak sesekali di depan ku agar terlihat sehat. Namun aku tahu jika itu hanyalah sandiwara saja agar aku bisa menyelesaikan PKL ku dengan tenag tanpa rasa khawatir. Ayah semoga Allah menjagamu…
“Bagaimana kak sudah selesai? “ Tanya ayah dengan penasaran .
 “ iya pak lancar tadi sih hanya pengenalan aja” jawab ku sambil menaruh tas dan mengambil makanan.
Ayah bukan sesosok laki laki romantic yang sering bertanya tentang keadaan sang anak, iya lugas langsung ke pokok permasalahan. Oleh sebab itu aku jarang bercerita kepada ayah tentang semua permasalahan ku. Karena aku pikir ayah sudah menanggung beban ku hingga beliau setua itu, jadi untuk apa aku menambah nya dengan bercerita tentang masalah ku. Masa tiga bulan PKL sudah aku lewati sekarang saat nya aku mulai berperang dengan laptop dan bahan tugas akhir. Perjuanganku selama tiga tahun kuliah sebentar lagi akan ku peroleh hasilnya yaitu sebuah sertifikat kelulusan untuk ayah. Betapa senangnya hati ku saat itu, pikirku melayang aku akan mencari pekerjaan setelah seminar sehingga aku bisa segera  memberikan sesuatu untuk ayah ibu dan adik. Hari demi hari aku lewati tanpa kenal lelah, aku terus berjuang menyelesaikan tugas akhir
“ Mah…ada maling…ada maling.” Teriak adikku yang gemetar memanggil ibu ku di kamar
“ maling apa de?? Kamu mimpi kal, orang bapak lagi tidur diluar masa ada malingi” ibu ku menenangkan adik .
“ mah tadi aku liat sendiri dia mengambil dompetku yang isinya uang buat bekal study tour , aku kejar malingnya tapi aku jatuh “ cerita dengan gemetar sambil menangis menahan luka di kakinya.
Mendengar suara gaduh, aku langsung terbangun “ ada apa ini de?” Tanya ku dengan heran.
“ ada maling kak…!!!” jawab adikku
“apa…!!!! Ada maling innalillahi, apa aja de yang diambil???” Tanya aku sambil memeriksa barang dikamar.
“Cuma.. dompet ku ka yang aku tahu..” jawab adikku dengan perlahan
“astaghfirullah de, laptop kakak…ga ada , tadi ada disamping tempat tidur kakak, handphone pun kok ga ada, tadi lagi di charger” panik sepanik panik nya  aku sambil mencari siapa tahu aku salah
“ kak…..kaya nya bener deh laptopnya diambil, soalnya aku liat dia bawa benda hitam kayanya itu laptop kk” adikku berkata
“mah….” Jawab ku dengan lemas semua data tugas akhir ku yang tinggal beberapa revisi selesai hilang begitu saja.
“ada apa ini kok rame…” ayah ku terbangun dan masuk kedalam rumah.
“ iya pak kita kemalingan, uang, hp, dan laptop diambil..”jawab ibu dengan tenang
“Ya Allah.. bapak nyari uang, uang halal… kok bisa ya kemalingan” ayah ku duduk dengan lemas sambil menyeka air matanya yang hampir tumpah.
“ ga apa apa pak… ini bukan rezeki kita.. insyaallah Allah ganti dengan lebih baik.” Ibu menenangkan ayah agar penyakitnya tidak kambuh.
Kejadian ini membuat keluarga kami berduka, karena jujur saja semenjak ayah sakit,  keluarga kami hidup dengan sangat sederhana agar uang gaji yang ayah dapatkan cukup untuk membeli obat dan biaya sekolah aku serta adikku. Kemudian aku berpikir, Allah tidak mungkin memberikan ujian tanpa ada alasan. Ya dibalik ini semua aku harus belajar tentang mengikhlaskan sesuatu, karena pada dasarnya kita hidup di dunia ini dalam kondisi miskin, Allahlah yang memberikan kita penghidupan serta harta yang cukup. Jadi jika Allah berkehendak mengambil hartaNya untuk menguji kita maka ikhlaslah obatnya.
Semenjak kejadian itu aku berjuang dengan lebih keras dari biasanya, aku mengejar waktu. Karena waktu ku terbatas untuk memperjuangkan kelulusan. Laptop rusak bukan menjadi penghambat, setiap hari aku berangkat menuju warnet dekat kampus agar bisa mengerjakan data data yang hilang. Ah luar biasa kondisinya saat itu..hingga jadwal sidang di tetapkan. Aku bingung kemana aku harus meminjam laptop, sedangkan teman teman ku juga membutuhkan laptopnya untuk sidang. Aku tak mungkin menyusahkan mereka, dengan berat hati aku mengutarakan permasalahanku kepada ayah bahwa aku butuh laptop. Tak apa hasil pinjaman nanti segera mungkin aku kembalikan. Akhirnya ayah pergi kerumah sahabatnya, untuk meminjam laptop anaknya teman ayah. Ah sudah aku menyusahkan ayah ku lagi dan lagi…
Sidang … akhirnya perjuangkan melelahkan sebentar lagi, jadwal sidang sudah keluar. Persiapan belajar sudah mulai dicicil. Ayah… sebentar lagi aku lulus…
Akhirnyaa sidang yang di tunggu tiba, benar tenyata perjalanan 3 tahun di tentukan hanya dengan beberapa jam saja. Bismillah man jadda wa jada…sekitar satu jam setengah aku mempresentasikan hasil penelitian dan yang ditunggu  tiba pembacaan nilai kelulusan oleh dosen penguji. Aku lulus…..dengan predikat sangat memuaskan…betapa bahagia hati ini perjuangan lelah dan keringat akhirnya terbayar. Ayah… ini untuk dirimu…
Bulan agustus bulan menunggu dan mencari, menunggu wisuda bulan oktober dan mencari pekerjaan. Kebanggaan ku bukan cukup pada memeberikan kelulusan, aku harus mandiri agar ayah bisa dengan bangga menceritakan tentang putri  kecilnya ini.
“Pak tumben minta di temenin tidurnya?” Tanya ku heran .
 “iya pengen aja “ jawab ayahku. Memang dari dua hari yang lalu ayah mulai sering kambuh penyakitnya. Mungkin dia kangen dengan putri kecilnya yang selalu sibuk dengan tugas akhir. Malam ini sunyi, seperti malam sebelumnya aku mulai mengantuk dan tertidur menemani ayah. “ kak udah malam lanjutin tidur dikamar aja” ayah membangunkan ku  yang sedari tadi sudah tertidur pulas. “ yah pak, tapi bapak gmn? “ tanyaku sambil membuka sedikit mata. “ iya ga apa apa tidur sana” jawab ayahku.
Malam begitu cepat berlalu, saat itu aku tidak berpikir bahwa inilah malam terakhir aku bersama ayah. Tak ada prasangka…malam itu seperti malam malam sebelumnya.
Pagi menyapa bermandikan sinar mentari, udara pagi menyentuh wajah memanggil untuk melakukan aktivitas hari ini. Ibu  bersiap pergi ke kantor ayah untuk meminta izin bahwa ayah sedang tidak enak badan. “ maneh ulah lama lama nya, sanggeus selesai balik kaimah langsung” titip pesan ayah kepada ibu. “ kunaon pak ?” ibu berkata heran “ teu nanaon” jawab ayah dengan singkat.
Pukul setengah delapan aku mandi, berniat untuk mengurus aktivitas di kampus, memang malam itu aku sedikit khawatir untuk pergi karena ayah sedang kambuh. Tapi tadi pagi kulihat ayah tidur dengan nyenyak di ruang tamu.
“BRUUUK…!!!” Suara terdengar dari ruang tamu.
Selesai dari kamar mandi aku melihat ayah sedang kejang… astaghfirullah….Ya ALLAH ayah kenapa…
“pak… pak… kenapa?pak….” tangis ku memanggil ibu yang tertidur di kamar
Aku tahu ini mungkin  kata perpisahan yang selalu aku takutkan….mungkin ini saat nya aku berpisah. Ayah …. Aku belum membalas jasamu… aku belum sempat mengucapkan aku cinta ayah karena Allah.
Aku bimbing ayah mengucapkan kalimat tauhid, besar harapanku ayah bisa meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Ayah ikuti aku ikuti aku….
Tak terasa terlihat dengan jelas betapa sakitnya sakratul maut saat itu, ketika malaikat mulai mencapai tenggorokan dan mencabut jiwa jiwa muslim kembali dalam pengkuanNYa.
Hanya air mata yang menetes di wajah ayah, aku tidak tahu apa yang ayah lihat saat itu sehingga ada kesedihan di matanya.
Ayah… inikah perpisahan yang kita lewati….engkau belum melihat toga ku di sematkan ayah…aku ingin berfoto bersama… inikah qadarullah..aku ingin teriak aku tak sanggup kehilangan salah satu motivasi hidup ku….

Ayah Terimakasih banyak atas pengorbananmu…lelah mu dan keringat jihad mu menafkahi kami dengan harta halal tidak akan terbalas,, hanya Allah yang bisa membalasnya dan doa mengalir dari anak mu ini….
Ketika perpisahan ini datang… maka, aku harus berdiri tegak menggantikan posisi dirimu…
Ayah… rinduku mengalir begitu dalam…
Salam cinta dari Laiqa
Bersambung..