Malam
sunyi menampakan ketentraman dengan pancaran sang bulan menghiasi keindahan
malam. “Kak malam ini tidur di sini yah?” sahut ayah yang memanggil di ruang televisi.
“ Iya, pak tumben mau di temenin “ sahut ku yang sedang sibuk beraktivitas di kamar.
Perkenalkan namaku laiqa, sedikit saja
perkenalan tentang aku karena ada yang bilang tak kenal maka ta’aruf. Aku
seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Bogor. Aktivitas saat ini
aku sedang menyusun skripsi, bayangkan tinggal beberapa bulan lagi toga akan
aku pakai, dan berfoto bersama ayah, ibu juga adik tercinta. Keluarga kecil ini
membuat aku merasa seperti manusia yang bahagia. Di tengah kesederhanaan yang
diajarkan oleh ayah dan ibu, serta kehangatan kasih saying mereka membuat aku
menjadi seorang anak yang paling beruntung karena di besarkan oleh mereka. Walaupun
5 tahun terakhir keluarga kami di beri ujian oleh sang Maha Pencipta, ujian ini
adalah dengan dikirimnya penyakit pembengkakan jantung kepada ayah. Mungkin karena aku di besarkan dalam lingkungan yang
tegas membuat aku menjadi seorang anak yang kuat. Aku tidak pernah menunjukkan
rasa sedih di depan ayah dan ibu, karena aku mengkhawatirkan mereka . beberpa
bulan ini ayah sering kambuh, keluar masuk rumah sakit. Aku salut dengan
ayahku, dalam kondisi yang tidak sehat beliau masih menyempatkan mengantarkan
ku ke tempat PKL di balik baju tentaranya yang gagah, namun fisik ayah tak
segagah penampilannya. Ia masih menyembunyikan rasa sesak sesekali di depan ku
agar terlihat sehat. Namun aku tahu jika itu hanyalah sandiwara saja agar aku
bisa menyelesaikan PKL ku dengan tenag tanpa rasa khawatir. Ayah semoga Allah
menjagamu…
“Bagaimana
kak sudah selesai? “ Tanya ayah dengan penasaran .
“ iya pak lancar tadi sih hanya pengenalan aja”
jawab ku sambil menaruh tas dan mengambil makanan.
Ayah
bukan sesosok laki laki romantic yang sering bertanya tentang keadaan sang
anak, iya lugas langsung ke pokok permasalahan. Oleh sebab itu aku jarang
bercerita kepada ayah tentang semua permasalahan ku. Karena aku pikir ayah
sudah menanggung beban ku hingga beliau setua itu, jadi untuk apa aku menambah
nya dengan bercerita tentang masalah ku. Masa tiga bulan PKL sudah aku lewati sekarang
saat nya aku mulai berperang dengan laptop dan bahan tugas akhir. Perjuanganku selama
tiga tahun kuliah sebentar lagi akan ku peroleh hasilnya yaitu sebuah
sertifikat kelulusan untuk ayah. Betapa senangnya hati ku saat itu, pikirku
melayang aku akan mencari pekerjaan setelah seminar sehingga aku bisa
segera memberikan sesuatu untuk ayah ibu
dan adik. Hari demi hari aku lewati tanpa kenal lelah, aku terus berjuang
menyelesaikan tugas akhir
“
Mah…ada maling…ada maling.” Teriak adikku yang gemetar memanggil ibu ku di
kamar
“
maling apa de?? Kamu mimpi kal, orang bapak lagi tidur diluar masa ada malingi”
ibu ku menenangkan adik .
“
mah tadi aku liat sendiri dia mengambil dompetku yang isinya uang buat bekal
study tour , aku kejar malingnya tapi aku jatuh “ cerita dengan gemetar sambil
menangis menahan luka di kakinya.
Mendengar
suara gaduh, aku langsung terbangun “ ada apa ini de?” Tanya ku dengan heran.
“
ada maling kak…!!!” jawab adikku
“apa…!!!!
Ada maling innalillahi, apa aja de yang diambil???” Tanya aku sambil memeriksa
barang dikamar.
“Cuma..
dompet ku ka yang aku tahu..” jawab adikku dengan perlahan
“astaghfirullah
de, laptop kakak…ga ada , tadi ada disamping tempat tidur kakak, handphone pun
kok ga ada, tadi lagi di charger” panik sepanik panik nya aku sambil mencari siapa tahu aku salah
“
kak…..kaya nya bener deh laptopnya diambil, soalnya aku liat dia bawa benda
hitam kayanya itu laptop kk” adikku berkata
“mah….”
Jawab ku dengan lemas semua data tugas akhir ku yang tinggal beberapa revisi
selesai hilang begitu saja.
“ada
apa ini kok rame…” ayah ku terbangun dan masuk kedalam rumah.
“
iya pak kita kemalingan, uang, hp, dan laptop diambil..”jawab ibu dengan tenang
“Ya
Allah.. bapak nyari uang, uang halal… kok bisa ya kemalingan” ayah ku duduk
dengan lemas sambil menyeka air matanya yang hampir tumpah.
“
ga apa apa pak… ini bukan rezeki kita.. insyaallah Allah ganti dengan lebih
baik.” Ibu menenangkan ayah agar penyakitnya tidak kambuh.
Kejadian
ini membuat keluarga kami berduka, karena jujur saja semenjak ayah sakit, keluarga kami hidup dengan sangat sederhana
agar uang gaji yang ayah dapatkan cukup untuk membeli obat dan biaya sekolah
aku serta adikku. Kemudian aku berpikir, Allah tidak mungkin memberikan ujian
tanpa ada alasan. Ya dibalik ini semua aku harus belajar tentang mengikhlaskan
sesuatu, karena pada dasarnya kita hidup di dunia ini dalam kondisi miskin,
Allahlah yang memberikan kita penghidupan serta harta yang cukup. Jadi jika
Allah berkehendak mengambil hartaNya untuk menguji kita maka ikhlaslah obatnya.
Semenjak
kejadian itu aku berjuang dengan lebih keras dari biasanya, aku mengejar waktu.
Karena waktu ku terbatas untuk memperjuangkan kelulusan. Laptop rusak bukan
menjadi penghambat, setiap hari aku berangkat menuju warnet dekat kampus agar
bisa mengerjakan data data yang hilang. Ah luar biasa kondisinya saat
itu..hingga jadwal sidang di tetapkan. Aku bingung kemana aku harus meminjam
laptop, sedangkan teman teman ku juga membutuhkan laptopnya untuk sidang. Aku tak
mungkin menyusahkan mereka, dengan berat hati aku mengutarakan permasalahanku
kepada ayah bahwa aku butuh laptop. Tak apa hasil pinjaman nanti segera mungkin
aku kembalikan. Akhirnya ayah pergi kerumah sahabatnya, untuk meminjam laptop
anaknya teman ayah. Ah sudah aku menyusahkan ayah ku lagi dan lagi…
Sidang
… akhirnya perjuangkan melelahkan sebentar lagi, jadwal sidang sudah keluar. Persiapan
belajar sudah mulai dicicil. Ayah… sebentar lagi aku lulus…
Akhirnyaa
sidang yang di tunggu tiba, benar tenyata perjalanan 3 tahun di tentukan hanya
dengan beberapa jam saja. Bismillah man jadda wa jada…sekitar satu jam setengah
aku mempresentasikan hasil penelitian dan yang ditunggu tiba pembacaan nilai kelulusan oleh dosen
penguji. Aku lulus…..dengan predikat sangat memuaskan…betapa bahagia hati ini
perjuangan lelah dan keringat akhirnya terbayar. Ayah… ini untuk dirimu…
Bulan
agustus bulan menunggu dan mencari, menunggu wisuda bulan oktober dan mencari
pekerjaan. Kebanggaan ku bukan cukup pada memeberikan kelulusan, aku harus
mandiri agar ayah bisa dengan bangga menceritakan tentang putri kecilnya ini.
“Pak
tumben minta di temenin tidurnya?” Tanya ku heran .
“iya pengen aja “ jawab ayahku. Memang dari
dua hari yang lalu ayah mulai sering kambuh penyakitnya. Mungkin dia kangen
dengan putri kecilnya yang selalu sibuk dengan tugas akhir. Malam ini sunyi,
seperti malam sebelumnya aku mulai mengantuk dan tertidur menemani ayah. “ kak
udah malam lanjutin tidur dikamar aja” ayah membangunkan ku yang sedari tadi sudah tertidur pulas. “ yah
pak, tapi bapak gmn? “ tanyaku sambil membuka sedikit mata. “ iya ga apa apa
tidur sana” jawab ayahku.
Malam
begitu cepat berlalu, saat itu aku tidak berpikir bahwa inilah malam terakhir
aku bersama ayah. Tak ada prasangka…malam itu seperti malam malam sebelumnya.
Pagi
menyapa bermandikan sinar mentari, udara pagi menyentuh wajah memanggil untuk
melakukan aktivitas hari ini. Ibu bersiap pergi ke kantor ayah untuk meminta
izin bahwa ayah sedang tidak enak badan. “ maneh ulah lama lama nya, sanggeus
selesai balik kaimah langsung” titip pesan ayah kepada ibu. “ kunaon pak ?” ibu
berkata heran “ teu nanaon” jawab ayah dengan singkat.
Pukul
setengah delapan aku mandi, berniat untuk mengurus aktivitas di kampus, memang
malam itu aku sedikit khawatir untuk pergi karena ayah sedang kambuh. Tapi tadi
pagi kulihat ayah tidur dengan nyenyak di ruang tamu.
“BRUUUK…!!!”
Suara terdengar dari ruang tamu.
Selesai
dari kamar mandi aku melihat ayah sedang kejang… astaghfirullah….Ya ALLAH ayah
kenapa…
“pak…
pak… kenapa?pak….” tangis ku memanggil ibu yang tertidur di kamar
Aku
tahu ini mungkin kata perpisahan yang
selalu aku takutkan….mungkin ini saat nya aku berpisah. Ayah …. Aku belum
membalas jasamu… aku belum sempat mengucapkan aku cinta ayah karena Allah.
Aku
bimbing ayah mengucapkan kalimat tauhid, besar harapanku ayah bisa meninggal
dalam keadaan khusnul khotimah. Ayah ikuti aku ikuti aku….
Tak
terasa terlihat dengan jelas betapa sakitnya sakratul maut saat itu, ketika
malaikat mulai mencapai tenggorokan dan mencabut jiwa jiwa muslim kembali dalam
pengkuanNYa.
Hanya
air mata yang menetes di wajah ayah, aku tidak tahu apa yang ayah lihat saat
itu sehingga ada kesedihan di matanya.
Ayah…
inikah perpisahan yang kita lewati….engkau belum melihat toga ku di sematkan
ayah…aku ingin berfoto bersama… inikah qadarullah..aku ingin teriak aku tak
sanggup kehilangan salah satu motivasi hidup ku….
Ayah
Terimakasih banyak atas pengorbananmu…lelah mu dan keringat jihad mu menafkahi
kami dengan harta halal tidak akan terbalas,, hanya Allah yang bisa membalasnya
dan doa mengalir dari anak mu ini….
Ketika
perpisahan ini datang… maka, aku harus berdiri tegak menggantikan posisi dirimu…
Ayah…
rinduku mengalir begitu dalam…
Salam
cinta dari Laiqa
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar