BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHiDUPAN
BERUMAH TANGGA
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah
(suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam
hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah
mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan
perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. Diantaranya
adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang
suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu
membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan
dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi
wasallam:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena
sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang
paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika
kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian
akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya),
maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara
yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan
menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus
atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda
beliau shalallahu ‘alaihi wasallam:
وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para
isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan
salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya,
serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang
bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh
terhadap nasehat.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan
bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang
baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa
saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):
“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)
Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu
kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati
dalam kebaikan dan ketakwaan.
1. Manajemen Rumah
Seorang akhwat muslimah layaklah memiliki kemampuan dasar
rumah tangga. Kemampuan mengatur pernak-pernik rumah. Dari mulai
menyalakan kompor, memasak, mengatur interior rumah hingga inventori
rumah tangga. Ini adalah skill dasar yang harus dimiliki. Tidaklah
dituntut untuk perfect melakukan segalanya, tetapi minimal mengetahui
dasar-dasarnya sehingga rumah dapat nyaman dihuni, karena kebutuhan akan
kenyamanan rumah menjadi suatu kebutuhan yang mutlak bagi setiap anggota
keluarga. Seorang suami yang lelah sepulang kerja tentu akan bertambah
stress apabila mendapati kondisi rumah yang berantakan, lantai yang
belum dipel, hidangan yang belum tersedia serta cucian yang menumpuk
belum dicuci. Sedikit percikan saja suami akan uring-uringan dan
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah hanya tinggal slogan belaka.
Untuk itu walaupun tidak mutlak semua pekerjaan rumah
dilakukan oleh istri, tetaplah hal ini diperhatikan. Soal siapa yang akan
mengerjakan ini dan mengerjakan itu bisa dikompromikan dengan seluruh
keluarga, namun manajemen rumah tetap ditangan ibu rumah tangga.
Untuk itulah tarbiyah akhwat selayaknya menyentuh
permasalahan ini, karena tidak semua keluarga muslim mampu untuk mempekerjakan
khadimat, sehingga terkadang semua pekerjaan harus dikerjakan sendiri.
Bila skill ini tidak dilatih sejak dini, maka akan menyulitkan akhwat
dalam perjalanan rumah tangga mereka kelak
2. Manajemen Keuangan
Dalam banyak rumah tangga seorang istri berperan sebagai
Menteri Keuangan. Seorang suami akan menyerahkan semua nafkahnya—sedikit
apapun jumlahnya—kepada istri. Ini merupakan kewajiban suami walaupun
sang istri juga bekerja dengan pendapatan yang lebih besar. Untuk itu
pengaturan keuangan keluarga menjadi tanggung jawab istri, sehingga
penting bagi setiap akhwat untuk memiliki kemampuan dasar pengaturan
keuangan keluarga. Mudah saja, berapa disisihkan untuk ini, itu dan
sisanya—bila ada—ditabung untuk masa depan. Hindari berhutang, walaupun
hal ini tidak dilarang, tetapi bisa mengundang fitnah apalagi apabila
tidak bisa melunasinya tepat waktu.
Namun kunci utama dalam manajemen keuangan bukanlah
terletak pada skill atau ketepatan prediksi pengeluaran, akan tetapi yang
dibutuhkan adalah kedewasaan dalam menerima nafkah dari suami baik nafkah
besar ataupun kecil.
Dewasa dalam menerima nafkah yang sedikit adalah kesabaran
dalam menahan keinginan dan impian. Akhwat adalah seorang wanita juga,
yang tidak banyak berbeda dengan wanita lainnya. Kecenderungan akan
perhiasan dan kemewahan dunia lekat pada jiwanya. Namun bagi keluarga
muslim, sebisa mungkin hal ini ditekan karena rumah tangga islami bukan
bersandar keduniawian, tetapi lebih penting kepada berkah dan qona’ah atas
harta tersebut.
Miris mendengar beberapa kasus yang menimpa para ikhwan.
Pada saat mereka mencoba untuk menjalin bahtera rumah tangga dengan
seorang akhwat muslimah. Dengan proses yang bersih, jauh dari ikhtilat
jahiliyyah, namun kemudian ditolak mentah-mentah, baik dari pihak keluarga (
baik dari keluarga ikhwan maupun keluarga akhwat ) maupun dari akhwat itu
sendiri. Hanya karena pendapatan bulanan mereka yang tidak memenuhi
kriteria, walaupun seorang wanita juga memiliki kebebasan untuk memilih
jodohnya, namun janganlah hanya karena harta dunia cita-cita menjalin
rumah tangga Islami terkandaskan. Teringat dengan sabda Rasulullah
SAW: “Bila datang seorang laki-laki yang engkau ridhoi agamanya, untuk
meminang putrimu maka terimalah” disini Rasulullah SAW hanya menyebut
kriteria agama, bukan harta atau pangkatnya.
3. Kedewasaan Mental
Menikah adalah satu langkah menuju tegaknya Khilafah
Islamiyah, maka persiapan mental didalamnya laksana persiapan membangun
khilafah itu sendiri.
Dewasa dalam menerima segala kelebihan dan kekurangan
pasangannya. Untuk itu sebaiknya para akhwat tidak mematok kriteria tinggi
dalam mendapati jodohnya, karena pada akhirnya apabila seseorang dengan
kriteria seperti itu belum juga didapatkan, maka yang ada adalah
kompromi-kompromi, mencoreti beberapa kriteria, yang pada akhirnya
kelanjutan rumah tangganya akan menimbulkan kekecewaan terhadap
pasangannya tersebut, karena tidak sesuai dengan impian. Juga dewasa
dalam menghadapi pernak-pernik hidup berumah tangga, karena menjalin rumah
tangga bukan hanya menjalin hubungan antara suami dengan istri, tetapi
juga hubungan antar keluarga, orang tua, mertua hingga tetangga. Banyak
fitnah yang terjadi saat hubungan ini tidak harmonis. Konflik istri
dengan mertua, tetangga dan lain sebagainya akan menyulitkan menuju
keluarga sakinah karena selalu beradu dengan konflik yang tidak perlu.
Dewasa pula dalam menghadapi kehidupan. Membagi antara
aktifitas rumah tangga, da’wah dan aktifitas lain, karena Islam tidak
mengebiri aktifitas wanita. Semua potensi wanita layaknya dikembangkan
dalam bingkai Islam sehingga menambah dinamika dan keberkahan rumah
tangga tersebut.
Dan terpenting adalah dewasa dalam menghadapi perubahan,
karena antara kehidupan lajang dengan berkeluarga adalah dua alam yang
berbeda. Saat lajang begitu mudahnya seseorang menjalani aktifitas yang
diingini tanpa beban, namun saat berkeluarga akan terdapat berbagai
batasan-batasan di satu sisi dan dukungan-dukungan disisi lain. Perubahan
ini bisa jadi sangat drastis, bisa merubah segala rencana dan impian yang
telah ada.
Seperti contoh: ada akhwat dari keluarga berkecukupan
menikah dengan ikhwan yang sederhana. Segala fasilitas yang dahulu
didapatnya kemudian sirna begitu saja. Bila tidak dewasa dalam memandang
permasalahan ini, maka bahtera rumahtangga tersebut bisa berantakan.
Istri yang menuntut macam-macam sementara sang suami tidak mampu berbuat
apa-apa.
Kita layaknya meneladani sikap istri Umar bin Abdul Aziz,
putri khalifah yang bergelimang kekayaan dan bertabur perhiasan. Namun
ketika sang suami menjadi khalifah menggantikan ayahandanya, segalanya
berubah. Semua perhiasan dan harta miliknya diserahkan ke Baitul Maal,
bahkan hingga Umar wafat beliau memilih hidup dalam kemiskinan walaupun
telah ditawarkan untuk mengambil kembali harta yang telah disedekahkannya.
Demikianlah, bahwa begitu banyak potensi wanita, begitu
banyak peran yang bisa diambilnya. Namun tetaplah Islam mengatur peran
wanita pada porsinya. Tidak mengebiri, tidak pula dibiarkan
sebebas-bebasnya. Sehingga kemudian kita dapat menyaksikan sebuah
peradaban yang dibangun oleh insan-insan bertaqwa, dibangun oleh
keluarga-keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah, dibangun oleh
masyarakat yang adil dan terbina sehingga mewujudkan suatu kesejahteraan,
teratur dalam bingkai syari’ah Allah, berjalan beriringan menggapai ridho
ilahi.
SELAIN ITU PERLU JUGA KITA MENJAGA 5 PILAR INI…
1 .Pertama,
”Kalamuna lafdzun mufidun kastaqim” yang artinya bahwa perlu
adanya komunikasi dengan menggunakan redaksi yang baik dan patut secara
kontinyu.
Sebab sejatinya dalam membina rumah tangga pasangan suami istri
tidak lepas dari masalah yang selalu menggelinding dalam kehidupannya,oleh
karena itu komunikasi memiliki peran penting dalam memecahkan dan menyelesaikan
sebuah masalah.
Kita melihat dalam potret kehidupan sehari-hari banyak dijumpai pasangan suami istri yang terjebak dalam konflik berkepanjangan,hanya karena sebab yang sepele dan remeh.Mereka tidak mampu mengungkapkan keinginan dan perasaan secara lancar kepada pasangannya,yang berdampak muncul salah paham dan memicu emosi serta kemarahan pasangan.Ini menunjukkan adanya komunikasi yang tidak lancar alias gagal,sehingga berpotensi merusak suasan hubungan antara suami dengan istri.Sekali lagi,disinilah pentingnya komunikasi yang aktif antara suami dan istri dalam menjalin hubungan dalam rumah tangga.Agar komunikasi antara suami dan istri bisa efektif,ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak antara lain:
Kita melihat dalam potret kehidupan sehari-hari banyak dijumpai pasangan suami istri yang terjebak dalam konflik berkepanjangan,hanya karena sebab yang sepele dan remeh.Mereka tidak mampu mengungkapkan keinginan dan perasaan secara lancar kepada pasangannya,yang berdampak muncul salah paham dan memicu emosi serta kemarahan pasangan.Ini menunjukkan adanya komunikasi yang tidak lancar alias gagal,sehingga berpotensi merusak suasan hubungan antara suami dengan istri.Sekali lagi,disinilah pentingnya komunikasi yang aktif antara suami dan istri dalam menjalin hubungan dalam rumah tangga.Agar komunikasi antara suami dan istri bisa efektif,ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak antara lain:
1.Mengetahui ragam komunikasi,dari berbicara,menulis,hingga menyampaikan pesan berbagai media.
2.Bersikap empati,memposisikan diri anda pada situasi perasaan dan pikiran yang sedang dialami pasangan.
3.Fleksibel,komunikasi kadang memerlukan suasana dan gaya serius,namun ada kalanya lebih efektif menggunakan suasana dan gaya santai.
4.Memahami bahasa non verbal,kadang ekspresi wajah dan bahasa tubuh pasangan anda sudah mengisyaratkan sesuatu pesan.
5.Jadilah pendengar yang baik,jangan mengusai komunikasi dengan terlalu banyak bicara dan tidak mendengar.
6.Egaliter,hilangkan sekat pembatas antara anda dengan pasangan yang menghalangi kehangatan komunikasi.
7.Hindarkan kalimat dan gaya yang menyakiti hati pasangan yang menghalangi kehangatan komunikasi.
8.Sampaikan pesan dengan lembut dan bijak,jangan berlaku kasar dalam komunikasi.
9.Gunakan bahasa dan media yang tepat,sesuai dengan situasi dan kondisi saat melakukan komunikasi.
10.Pilih waktu,suasana dan tempat yang tepat untuk mendukung kelancaran berkomunikasi.
2 .Kedua,”Farfa’ bidhammin” yang artinya mari galang kebersamaan,
yaitu dalam hubungan rumah tangga diperlukan adanya menjalin
kebersamaan dalam keluarga.Kebersamaan dalam hal ini tidak sekedar kehadiran
fisik belaka,namun adanya keterlibatan emosi pada seluruh
anggotanya.Kebersamaan yang terjalin dengan kualitas yang bagus,tidak akan
berpengaruh oleh kuantitas waktunya,dalam arti yang lebih luas kebersamaan
dapat diartikan sebagai kekompakan.Karena suami dan istri adalah dua insan yang
berbeda karakter,sehingga diperlukan suatu kekompakan dan kebersamaan dalam
meraih sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.Ada banyak sarana yang
bisa kita mamfaatkan untuk membina kebersamaan dalam keluarga antara
lain:Bercanda bersama,bermain bersama,belajar bersama,makan bersama dan
sebagainya.Dengan demikian kebersamaan dalam keluarga akan memotivasi
keterbukaan dalam keluarga.
3.Ketiga,”Wansiban fathan”,Yaitu adanya transparansi dalam
hubungan suami dan istri.
Artinya diperlukan manajemen yang transparan dalam suatu rumah
tangga,sehingga dapat menyehatkan dan juga dapat memberikan dampak positif
dalam menjaga stabilitas rumah tangga terhadap bentuk-bentuk virus penyakit
dalam rumah tangga,seperti rasa curiga,perselingkuhan,rasa tidak dihargai dan
tidak bisa berbagi.
4.Keempat,”Wajur kasran”,yang artinya hindari perpecahan.
Maksudnya pasangan suami istri harus mampu mengelolah komflik
keluarga.Karena keluarga sakinah bukan berarti keluarga tanpa masalah,tapi
lebih kepada adanya keterampilan untuk mengelolah konflik yang terjadi
didalamnya.Secara garis besar,ada tiga jenis manajemen konflik dalam rumah
tangga,yaitu mencegah terjadinya konflik,mengelolah konflik bila terlanjur berlangsung,dan
membangun kembali perdamaian setelah konflik redah.
5.Kelima,”Kadzikrullahi abdahu yasur”,yaitu dengan berdzikir
kepada Allah,
maka seorang hamba akan jadi bahagia.Pada pilar pamungkas ini
yaitu berdoa kepada Allah,dengan memohon pertolonganNya agar keluarga yang kita
bangun menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.Karena doa adalah otak
dan sarinya ibadah,yang mengandung arti mengakui atas kelemahan diri dan
meyakinkan atas kekuatan dan kekuasaan AllahSWT. Sebab hanya dengan ridha Allah
semuanya bisa terwujud,termasuk membangun keluarga sakinah.Dari diskripsi ini
dapat kita tarik benang merahnya,bahwa untuk menggapai keluarga sakianah
dibutuhkan pilar-pilar yang kokoh yaitu:adanya komunikasi yang baik,menjalin
kebersamaan,transparansi,hindari perpecahan,dan banyak berdoa.Insyaallah dengan
yakin,dengan lima pilar ini kita dapat menggapai bahtera keluarga bahagia,yang
berlabu didermaga keluarga sakinah mwaddah warahmah.Wallahu a’lam bisshowab.
(Buhadi Den Anom
Kepala KUA Kec.Sumbermalang Kab.Situbondo)
Kepala KUA Kec.Sumbermalang Kab.Situbondo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar